INFODANTA.com – Jika kita pergi ke pusat perbelanjaan, kita akan melihat banyak sekali koleksi baju ditawarkan. Belum lagi, godaan dari situs jual beli online atau lokapasar.
Tren fast fashion dengan rerata harga pakaian yang murah membuat banyak orang lapar mata dan bersikap konsumtif.
Mereka membeli pakaian yang sebenarnya tidak dibutuhkan. Alasannya kadang sangat sepele.
Hanya karena pakaian tersebut tampak lucu atau belum punya warna tertentu, seseorang akan membeli pakaian tersebut.
Konsumsi pakaian yang berlebihan membawa dampak buruk bagi lingkungan. Apalagi sebagian besar sampah tekstil masuk kategkri sampah yang sulit didaur ulang.
Bahan pakaian banyak terbuat dari serat sintetis yang baru bisa terurai di tanah setelah 20-200 tahun.
The Sustainable Fashion Forum memperkirakan, konsumsi pakaian dunia akan terus meningkat hingga 63 persen pada 2030, dari 62 juta ton menjadi 102 juta ton. Akibatnya, limbah tekstil di seluruh dunia diperkirakan akan mencapai 300 juta ton pada 2050.
Lembaga riset YouGov mencatat sekitar 66 persen masyarakat dewasa di Indonesia membuang paling tidak satu pakaian tiap tahun.
Sekitar 25 persen membuang lebih dari 10 pakaian per tahun. Bahkan, tiga dari sepuluh orang Indonesia pernah membuang pakaian setelah sekali pakai.
Data Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN) menunjukkan, sampah kain menyumbang 2,5 persen dari total volume sampah. Jenis sampah paling banyak masih didominasi oleh sampah sisa makanan dan plastik.
Persentase ini sekarang mungkin tampak kecil, tapi diperkirakan akan terus meningkat dengan tingginya angka belanja pakaian murah.
Lebih dari 40 persen generasi milenial adalah konsumen produk fast fashion yang berpotensi menyumbangkan sampah pakaian lebih banyak lagi.