INFODANTA.Com, Kabupaten Bekasi – Kampung Pengarengan,sebuah kampung kecil terletak di Kaliabang Tengah, Kota Bekasi. Jika kita mencari di google maps, titik koordinat belum begitu terlacak.Sebab, kampung ini letaknya di kelilingi berbagai perumahan, sektor bisnis, dan akses jalan utama gapura menjadi Kavling Pengarengan. Orang mengira di lokasi tersebut hanya ada kavlingan saja, padahal didalamnya ada sebuah kampung yang dihuni warga lokal asli betawi
Kampung Pengarengan, konon, zaman dulu ada tempat pembakaran arang. Hingga saat ini belum ada catatan secara pasti. Cerita ini didapat dari cerita turun temurun orang zaman dahulu. Bukti otentik masih ditelusuri hingga saat ini.
Kampung kecil ini dikelilingi deretan perumahan, kampung-kampung penyangga lainnya. Sebelah wetan (timur) berbatasan dengan perumahan Candrabaga, Sektor 5. Sebelah kulon (barat) berbatasan dengan Kp. Rorotan, Kp. Rawa Silam. Sebelah Belor (Utara) berbatasan dengan Perumahan Pondok Unggu Permai (PUP). Sebelah Selatan berbatasan dengan Wilayah Ujung Harapan.
Zaman dulu, menurut para sesepuh. Kampung pengarengan dihuni oleh beberapa orang saja. Lambat laun, bertambah jumlah penduduknya. Pemakaman tertua, Bani Eron. Sebuah pemakaman leluhur, yang tiap tahun selalu di rayakan haul oleh para turunannya.
Salah satu narsum Al Marhum Engkong H. Ma’ruf waktu masih hidup pernah bercerita, bahwa Eron salah satu leluhur tua di kampung Pengarengan. Hal ini dibuktikan, dengan adanya pemakaman yang sudah ada sejak dahulu, di tengah pemukiman warga.
Jejak Guru H. Muhammad Alwi Royani
Seiring waktu berjalan, lahirlah sang tokoh agama di kampung Pengarengan, Kaliabang Tengah, Kota Bekasi, bernama Alwi Royani. Terlahir dari keluarga sederhana, dirinya optimis ingin menimba ilmu agama, kelak akan mengamalkan ke masyarakat yang ada di kampung tersebut.
Pria tinggi kurus ini mengenyam pendidikan agama di Rawa Bangke (Rawa Bunga) Jakarta Timur. Setelah itu Ia belajar ke Sukabumi, lanjut ke Banten. Setelah belajar ilmu agama di Banten, Alwi pulang kampung. Mengabdikan dirinya membangun masyarakat agamis.
Selain itu, beliau juga ikut ngaji kitab kuning secara rutin dengan ulama betawi Bekasi, Almagfurllah KH. Noer Ali, tiap malem minggu di Pesantren Attaqwa, Bekasi.
Alwi ‘mewakafkan’ dirinya mengajar ilmu agama ke masyarakat kampung pengarengan. Mulai dari memimpin solat berjamaah di mushola, mengajar mengaji anak-anak, remaja, hingga pengajian kaum bapak-bapak . Ia juga mengajar, menjadi guru di sebuah sekolah madrasah Ibtidaiyah tertua di wilayah Kaliabang.
Guru Alwi, totalitas membangun peradaban moral spiritual masyarakat. Secara konsisten, lelaki kalem namun tegas ini dengan sabar membimbing umat tanpa pamrih dan tanpa lelah.
Berkat istiqomah dalam menebar ilmu agama di lingkungannya, Guru Alwi berhasil ‘mencetak” para murid-muridnya yang saat ini sudah menjadi ustadz, guru di kampung tersebut.
Regenerasi keilmuan berlanjut hingga saat ini. Di antara muridnya yang sukses menjadi tokoh kampung pengarengan, yakni, Ustadz H. Syarwani, Ustadz H. Jayani, Almarhum Ustadz Ubaidillah, Ustadz A. Taufiq Ma’ruf. Mereka itu hasil didikan dari ketegasan, keuletan mengajar ngaji dan tentang ilmu agama dari Guru Alwi Royani.
Meski, Guru Alwi sudah tiada. Namun, tradisi keagamaan masih lestari hingga saat ini. Mulai dari pengajian rutin malam jumat, hingga tradisi perayaan keagamaan di masjid, seperti maulid.
Kampung Pengarengan, mayoritas dihuni oleh masyarakat Betawi. Meski, kini sudah berbaur dengan etis lainnya. Rukun, aman, tentram dan saling menghormati.
Pekerjaan masyarakat asli kampung pengarengan, mayoritas sebagai pekerja harian lepas (buruh). Ada juga yang berprofesi guru. Kehidupan warganya seperti masyarakat pada umumnya, guyub, kekeluargaan, dari ujung belor hingga ujung kidul saling mengenal.
Dari segi pendidikan, masyarakat kampung Pengarengan saat ini sudah cukup berkembang. Mulai dari lulusan SMA, hingga para sarjana sudah ada. Remajanya juga sudah mulai hijrah menutut ilmu di berbagai sekolah, kampus. Keluar kandang, melihat dunia luar.
Pondasi pendidikan agama paling utama ditanamkan oleh para orang tua masyarakat sekitar. Anak Betawi kudu pandai mengaji. Begitu ungkapan para orang tua Betawi zaman dahulu.