INFODANTA.Com, Kabupaten Bekasi – Mendengar nama Kampung Siluman, mungkin Anda akan berimajinasi ke lokasi serem, sebuah lembah dengan rumah penduduk yang jaraknya satu sama lain bisa puluhan bahkan ratusan meter. Bahkan Anda akan mengira kalau tempat itu sebuah lembah, atau areal makam bahkan bukit yang disekililingnya dipenuhi peninggalan-peninggalan mistik.
Namun nyatanya tidak,Kampung Siluman berada di Desa Mangunjaya, Kecamatan Tambun Selatan, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat atau lebih kurang 40 KM dari Ibukota Jakarta.
Persisnya 1 km arah ke utara dari Stasiun KA Tambun dan Gedung Juang 45 (Gedung Tinggi) yang berada di Jl Diponegoro, Tambun Selatan.
Kondisi di sana sekarang ini dipenuhi perumahan dan ada puluhan perumahan di sana Perumahan Mangunjaya Indah I, Perumahan Bumi Lestari, Perumahan Papan Mas, Perumahan Griya Persada, De Green serta sejumlah Perumahan Cluster.
Makanya jalan Tambun-Tambelang yang membelah Kampung Siluman tidak pernah tidur, selalu ramai malah cenderung sering macet. Kemacetan ini diperparah dengan titik pertemuan dan persimpangan.
Sekarang Kampung Siluman terdiri dari 9 Rukun Warga dengan 74 Rukun Tetangga,” kata Idi(63) yang juga pernah menjabat kepala desa atau lurah di Desa Mangun jaya.
Adalah Napin Sumpena, 75 tahun, salah satu tokoh masyarakat yang juga mantan pegawai Desa Mangunjaya dan tinggal di Kampung Siluman. Dia menyebutkan kalau Kampung Siluman diambil dari peristiwa penyerangan rakyat Bekasi terhadap trasportasi Kereta Api yang membawa tentara Jepang.
Seperti dikutif dari Buku Sejarah Bekasi, bahwa Tentara Jepang saat itu menempati Gedung Tinggi, tahun 1943-1945, setelah tuan tanah keturunan Cina bernama Kouw Oen Huy, menyerahkan kepada Jepang. Gedung itu dijadikan sebagai pusat kegiatan tentara Jepang dalam menjajah Indonesia.
Pasukan yang dikirim dari Jawa, dan turun di Stasiun Tambun, Cerita orang tua Napin Sumpena, Saat turun itulah rakyat Bekasi mencegatnya dan menyerang dengan senjata tajam golok dan bambu runcing.
Mendengar pasukannya diserang, tentara jepang yang ada di Gedung Tinggi segera memberi bantuan, namun rakyat Bekasi lari ke arah utara yang waktu itu ilalangnya setinggi tiga meter. Jelas nggak kelihatan, ratusan rakyat seperti siluman, hilang tak kelihatan,” jelas Napin.
Gedung Tinggi berhasil direbut Tentara Rakyat Bekasi dan dijadikan sebagai daerah front pertahanan, dan Gedung Tinggi tersebut berfungsi sebagai Pusat Komando Perjuangan RI dalam menghadapi Tentara Sekutu yang baru selesai bertempur dalam perang dunia kedua. Di tempat ini dilakukan perudingan dan pertukaran tawanan perang. Lokasi pelaksanaan pertukaran tawanan sendiri dilakukan di dekat Kali Bekasi.
Dalam pertukaran tawanan, pejuang RI oleh Belanda dipulangkan ke Bekasi, dan tawanan Belanda oleh pejuang RI dipulangkan ke Jakarta lewat kereta api yang lintasannya persis berada di belakang Gedung Tinggi.
Ketika proses tawanan Belanda siap di Kereta Api, lagi-lagi penyerangan terjadi di sekitar Stasiun Tambun terjadi, masyarakat Tambun menyerang kereta. Padahal waktu itu kondisi sudah merdeka, namun karena rakyat Bekasi yang ada di Tambun belum mendengar khabar itu, aksi penyerangan sering terjadi.
Pimpinan pejuang RI, sempat marah dan mencoba mencari siapa pelaku yang menyerang, namun itu tadi mereka menghilang di ketinggian ilalang,” jelas Napin Sumpena.
Seringnya kejadian seperti itu, tutur kakek 6 cucu ini, tentara Jepang pun menyebutnya penyerangnya sulit dikejar seperti masuk ke Kampung Siluman. “Dari situlah nama Kampung Siluman mulai terdengar dan bahkan hingga tahun 1993 ada sekolah masih mencantumkan labelnya SDN Siluman Raya,” jelas Napin.
Kampung Siluman sendiri dikelilingi oleh Kampung Jejalen, Kampung Buwek, Kampung Kalibaru dan Kampung Kobak, karenanya sebelum pemecahan menjadi tiga desa, Pemkab Bekasi memberi nama Desa Busilen, yang singkatan dari Kampung Buwek (Sekarang masuk Desa Sumberjaya, Tambun Selatan), Siluman (masuk Desa Mangunjaya) dan Jejalen (masuk Desa Jejalen Jaya, Tambun Utara).