INFODANTA.Com, Kabupaten Bekasi – Dinas Disbudpora yang diwakili Bidang Kebudayaan,terjun kelapangan untuk mengkaji nilai kecagarbudayaan stasiun Kedung Gedeh dan Jembatan kuning Bojong serta bangunan yang berada di Polsek Kedung Waringin.
Sejarah Stasiun Kedung Gedeh dan Jembatan Kuning Bojong yang tidak bisa dipisahkan. Gambaran umum Stasiun Kedunggedeh atau Stasiun Kedung Gedeh (KDH) merupakan stasiun kereta api yang terletak di Bojongsari, Kedungwaringin, Bekasi.
Stasiun yang terletak pada ketinggian +14 m ini berada di Daerah Operasi I Jakarta. Stasiun ini berada di barat Citarum, dan merupakan stasiun kereta api paling timur di Kabupaten Bekasi. Dahulu, antara Stasiun Lemah Abang dengan Stasiun Kedunggedeh terdapat Stasiun Rengasbandung yang kini sudah tidak ada.
Jembatan Kedung gedeh/Kuning dikenal dengan nama jembatan Citarum hilir lantaran membentang di atas sungai Citarum,jembatan ini dibangun oleh perusahaan kereta api swasta Bataviasche Ooster Sporweg Maatscappij (BOS).
Pertama kali digunakan secara resmi pada tanggal 20 Maret 1898 saat BOS meresmikan jalur kereta api antar stasiun Kedung gedeh ke stasiun Karawang, jembatan merupakan saksi bisu perjuangan para pahlawan kita pasca kemerdekaan sudah sepatutnya mendapatkan perhatian dari pemerintah kabupaten Bekasi khususnya dinas terkait.
Kepala Bidang Budaya Roro Rizpika mengatakan dari Bidang Kebudayaan, Disbudpora, bersama Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) dan Tim Pendaftar Cagar Budaya (TPCB) melakukan sosialisasi tentang Cagar Budaya ke sejumlah tempat di wilayah Kecamatan Kedungwaringin. Diantaranya Stasiun Kedunggedeh, Kantor Polsek Kedunggedeh, Jembatan Kuning, dan Cerobong Kedunggedeh.
“Kami menyampaikan tentang kecagarbudayaan berdasarkan peraturan perundang-undangan terkait, dalam hal ini Undang-undang No. 11 tahun. 2010 tentang Cagar Budaya” ucapnya.
Diantara isinya adalah bawa bangunan-bangunan yang dikunjungi itu bisa diajukan sebagai Cagar Budaya. Untuk tahap pertama sebelum ditetapkan sebagai Cagar Budaya oleh Bupati Bekasi berdasarkan rekomendasi dari TACB.
“maka semua bangunan tersebut disebut sebagai Objek Diduga Cagar Budaya (ODCB). Status hukum terhadap ODCB selama itu belum ditetapkan sebagai Cagar Budaya, maka sama seperti Cagar Budaya, yaitu tidak boleh dirusak, dihilangkan, dsb sebagaimana ketentuan perundang-undangan yang berlaku” ujar Roro Rizpika.