INFODANTA.Com, Kabupaten Bekasi – Pria berperawakan tinggi kurus memikul dagangan sate berkeliling dari kampung Pulo Kendal hingga ke perumahan Wahana Desa Setia Asih, Tarumajaya Kabupaten Bekasi.
Pria paruh baya tersebut dulunya sempat berjualan di Kampung Wates, Desa Kedung Jaya, Kecamatan Babelan,sampai berjalan berkilo – kilo jauhnya untuk mengais rezeki dari dagangan sate yang di pikulnya.
Dengan derap langkah kaki beralas sandal jepit kusam, pria lansia ini terlihat masih kekar, pundaknya memikul dagangannya berupa sate ayam dan lontong yang dibungkus plastik yang di sirami bumbu kacang dan kecap.
Talib namanya, pria berusia 78 tahun ini mengaku berjualan sate sejak masih remaja yakni umur 12 tahun. Awalnya ikut membantu abangnya (sang kakak) demi menafkahi keluarga saat itu perekonomian masih sulit.
“Saya lahir bareng dengan Indonesia merdeka tahun 1945, cuma beda bulan ajah. Sejak usia 12 tahun udah ikut jualan sate, mikul keliling,” ujar Talib sambil terus mengipasi sate yang kami pesan.
Sambil mengipas daging sate ayam yang dibakar ditumpu arang, asap mengepul, Talib bercerita, bahwa dulu sebelum ada perumahan seperti sekarang, dirinya memikul dagangannya hingga berkilo-kilo meter jauhnya. Dari satu kampung ke kampung hinggal matahari terbenam.
Sekarang kan udh banyak rumah, jualan keliling mulai jualan sore hari, pulang malam. Keliling ajah jalan kaki, mikul dagangan sate ke kampung kampung dan perumahan. Enggak terasa cape, mungkin udah biasa kali ya,” tutur kakek 17 cucu tersebut.
Tak terasa, Ia berjualan sate pikul sudah 66 tahun lamanya. Mulai dari jalan masih tanah, hingga beraspal. Zaman Bekasi masih banyak pesawahan, hingga padatnya penduduk dan rumah BTN (sekarang disebut perumahan).
“Nikmatin ajah, demi ngempanin anak isteri. Alhamdulillah, sampai sekarang masih kuat cari rezeki jualan sate pikul keliling,” ucapnya dengan raut muka semangat.
Lebih jauh Talib mengaku, tiap hari Ia menyetok 300 tusuk sate ayam. Biasanya, sebelum pukul 9 malam dagangannya sudah habis terjual. Pembelinya beraneka ragam, mulai dari orang kantoran, warga biasa hingga anak-anak.
“Sehari saya sediain 300 tusuk sate. Satu tusuk sate Rp.1000. Ada juga lontongnya, bumbunya pake bumbu kacang, khas sate zaman dulu. Ini mah jajanan murah meriah, buat lauk nasi juga bisa,” tandas lelaki ramah tersebut.
Ia tidak tahu kapan akan ‘pensiun’ berjualan sate pikul, menikmati hari tua. Baginya selagi badan masih sehat dan kaki masih kuat berjalan menyusuri perumahan dan perkampungan, dirinya tetap berjualan. Alasannya, tidak mau menyusahkan orang lain, apalagi anak-anaknya.
“Enggak tahu kapan istirahat jualan. Selagi masih kuat dagang, ya kita jualan. Prinsip saya, hidup jangan nyusahin dan beban orang lain,” pungkasnya.